Anindita
Nur Fajrin
Malang,
24 Agustus 2017
Hai,
namaku Anindita.
Aku mahasiswa
salah satu perguruan tinggi di kota pelajar, di Jawa Timur.
Cita
citaku menjadi seorang influencer, dalam hal baik tentunya.
Sekarang,
aku ingin menulis.
Ya,
setelah sekian lama aku tidak pernah menuangkan apa yang ada didalam kepalaku
dalam bentuk tulisan. Kini aku memulainya, kembali.
Seperti yang
sudah kalian baca judul diatas. Hijab syar’i? Atau Tren Hijab Syar’i?
Jelas kalian
para pembaca artikel ini sudah banyak mengetahui, di zaman sekarang, siapa sih
yang tidak suka melihat seorang wanita berkerudung lebar, bercadar, dan menutup
seluruh tubuh dari ujung kepala sampai ujung kaki? Jelas semua orang yang
melihat wanita seperti itu akan merasakan suatu kedamaian tersendiri, bukan? Siapapun,
entah itu wanita maupun pria akan sangat senang jika melihat seorang wanita
menutup seluruh aurat mereka dari atas kepala sampai ujung kaki. Tetapi,
bagaimana jika mereka menutup seluruh anggota tubuh itu hanya untuk sementara? Benar,
beberapa bulan mereka memakainya, jika merasa bosan, aurat diumbar kemana-mana.
Aku bukanlah
seorang muslimah ahli agama, terasa agak kurang mengenakkan juga jika aku
menjudge mengatakan kalau yang mereka lakukan (memakai hijab syar’i lalu
melepasnya) adalah sebuah kesalahan. Tetapi mari kira berpikir sejenak. Bagaimana
bisa seorang yang mulanya ‘tidak tahu’ mendalam masalah agama Islam akhirnya
berubah drastis 180 derajat dengan menutup aurat secara syar’i dan memosting
ceramah keagamaan kedalam sosial media mereka? Jelas kebanyakan orang akan
berpikir, oh orang ini hanya bisa merepost postingan, dan hanya ingin dikata
sudah berhijrah kembali ke jalan Allah bukan? Apakah pemikiran orang seperti
ini disalahkan? Tentu tidak, ‘kan? Lalu bagaimana dengan seorang yang ‘sudah
berhijrah’ tetapi mengunggah segala sesuatu tentang ibadahnya (seperti puasa
Daud, Sholat Tahajjud, dll) di sosial media? Agar dikata baik? Agar dikata
sudah berubah? Apa ini termasuk sebuah kesombongan? Jika sudah berhijrah adalah
suatu kesombongan yang hanya ingin dikata sudah menjadi baik, bukankah Al Imam Adz Dzahabi rahimahullah berkata, “Kesombongan yang paling buruk adalah orang yang menyombongkan diri di hadapan
manusia dengan ilmunya, merasa dirinya besar dengan kemuliaan yang dia miliki.” Lalu, bagaimana dengan para ukhti yang sudah
berhijab syar’i dan mengunggah segala ibadah di sosial media? Apa itu dikatakan
kesombongan? Atau agar menjadi contoh yang baik bagi wanita yang belum berhijrah?
Wallahu ‘Alam.
Sekarang, aku pernah mengunggah suatu cuitan di
akun twitter ku mengenai ini. Mengenai beberapa wanita yang sudah berhijrah dan
mengunggah seluruh (iya seluruh mulai dari bangun malam, puasa, hingga berbuka)
di sosial media. Agak gedek dan risih sih sebenarnya, awalnya aku diam,
memperhatikan dan Cuma ngedumel dalam hati. Tapi karena sudah terlalu risih,
dan sudah tidak bisa membendung apa yang ada dipikiran dan ingin segera terluapkan
(hehe) aku menulis cuitan di twitter. Intinya seperti ini, jika ingin
benar-benar berubah ke jalan yang lebih baik, (aku menulis ini bukan berarti
aku lebih baik dari kalian, tapi perlu diingat lagi, ini hanya sekedar opini) mulailah
semuanya dengan pelan-pelan. Semuanya tidak ada yang instan bukan? Segala sesuatu
yang instan akan berakhir secara instan pula jika sudah menemukan titik
kebosanan.
Pertama, niat dalam hati (memang sih berhijab
tidak perlu niat, itu adalah kewajiban dari Allah, tapi alangkah lebih baik
jika diniati untuk beribadah, bukan?) yakin bahwa hijab yang akan kita pakai tidak
bertahan hanya sementara, berdoa semoga bisa segera istiqomah dalam
menyempurnakan hijab. Kedua, stop posting apapun kedalam sosial media mengenai
ibadahmu, shalatmu, sedekahmu, dan anything like that, itu hanya akan
membuat niat yang sudah tertata rapi menjadi kacau. Misalkan pertama kamu
mengunggah tentang sholatmu, ada yang mengomentari apa yang kamu unggah, kamu
dipuji, sifat manusia adalah terbang jika dipuji dan akan merasa ketagihan,
tidak sekali dua kali kamu mengunggah shalatmu, bahkan kedepannya niat yang awalnya
untuk berhijrah mendekatkan diri kepada Allah berubah menjadi hijrah karena
ingin mendapat pujian dari sesama manusia. Ketiga, mulai semuanya secara
perlahan tapi pasti. Contohnya, jika sekarang masih mengenakan celana ketat
kemana mana ubahlah mengenakan celana yang agak longgar, dibiasakan dulu, lama
kelamaan jika akan mengenakan celana ketat pun akan merasa risih, bukan? Setelah
mengubah celana, terbiasa, mulailah mengubah dengan mengenakan rok longgar,
pelan pelan saja, lama kelamaan juga akan merasa risih jika mengenakan celana. Begitu
seterusnya sampai benar-benar menutup seluruh tubuh, dan bersamaan dengan itu,
juga mulai dirubah akhlaknya, mulai memperlebar batasan antara bukan muhrim,
pelan-pelan mulai mengubah tata bicara, perilaku, sikap. Kebanyakan anak jaman
sekarang, memakai pakain syar’i kemana mana tapi mulut masih meng-anjing
anjingkan segala sesuatu. Apakah itu pantas? Tidak, ‘kan? Keempat, memang agak
susah dilakukan tapi perlu diketahui juga, apapun yang kalian posting di sosial
media kalian, itu juga sangat mempengaruhi kualitas hijrah yang kalian lakukan.
Jadi menurutku, jika memang sudah benar-benar berhijrah, unggahlah sesuatu yang
memiliki dasar, tidak hanya repost foto sana sini, repost video sana sini,
tulis caption (lebih tepatnya copy paste) dari akun-akun islami. Jika memang
kalian ingin benar-benar ingin membagikan ilmu yang kalian miliki kedalam
sosial media, kenapa tidak membuat sebuah akun baru, yang admin nya kalian, dan
itu tidak diketahui oleh orang lain siapa admin dari akun kalian yang baru, dan
posting segala sesuatu tentang apa yang kalian ketahui kedalam akun tersebut?
Memberikan ilmu yang kalian miliki kepada orang lain termasuk sedekah, bukan? Bukannya
sedekah yang baik adalah jika tangan kanan bersedekah maka tangan kiri tidak
mengetahui? (coba renungkan kembali). Terakhir, jangan mengkafir-kafirkan
orang yang tidak sepemahaman dan belum berhijrah seperi kalian, jangan
menganggap mereka lebih rendah dari kalian (capslock jebol, maaf hehe). Kebanyakan
orang yang sudah berhijrah (hijrah instan apalagi) akan memandang orang lain
yang belum melakukan hal yang sama dengan yang mereka lakukan adalah orang yang
lebih rendah daripada mereka. Kalian tahu? Di zaman Rasulullah ada seorang
pelacur yang masuk ke Surga hanya karena memberikan air kepada anjing yang
kelaparan? Jadi, jangan memandang sebelah mata orang yang dari segi penampilan
tidak lebih baik daripada kalian.
Wallahu’alam, semoga tulisan saya ini tidak menjadikan perpecahan antar
umat beragama. Perlu diketahui lagi, ini hanyalah tulisan seorang mahasiswa
bodoh, yang ingin menjadi seorang yang berpengaruh dilingkungan masyarakat.
Know me more from :
Instagram : @aninditanf
Facebook : Anindita Nur Fajrin
Twitter : @aninditaNF
Contact
me on my email if you want to talk more with me
aninditanurfajrin@gmail.com
Komentar
Posting Komentar